Nasir menceritakan, dirinya menerima
keluh-kesah penemu Electro-capacitive cancer therapy (ECCT) untuk terapi
kanker, Warsito Purwo Taruno. Nasir menyebut Warsito merasa putus asa setelah
klinik terapi antikankernya ditutup sementara oleh Kementerian Kesehatan.
Penutupan klinik itu mengakibatkan
Warsito melakukan PHK terhadap sekitar 75 orang karyawannya. Warsito juga
membutuhkan biaya tinggi untuk melanjutkan risetnya, sehingga dalam jangka
pendek ia meneken kontrak dengan Singapura.
Yang menjadi
masalah, menurut Nasir, adalah label alat antikanker itu.
“Apakah itu made
in (buatan) Indonesia atau made in Singapore,” kata Nasir seperti dikutip Viva.
Lebih jauh Nasir
mengungkapkan bahwa Singapura ingin alat antikanker itu berlabel “made in
Singapore” karena diproduksi di Singapura. Sedangkan Nasir sendiri berharap
labelnya tetap “made in Indonesia” karena di Indonesia da pengakuan hak cipta
ECCT dan ECVT milik Warsito.
Dengan adanya
“made in Indonesia”, Indonesia bisa memperoleh sebagian keuntungan dari alat
antikanker itu. Sebagian keuntungan lainnya merupakan hak Singapura. [tarbiyah]
2 comments
commentsIni berita sudah failed apa belum gan.......???
ReplyLowh dah jd singapore towh ane kira kmrin dari pemerintah indo mau di kembangkan
Reply