Sebenarnya, malaikat Jibril telah menyampaikan fi rman-fi rman Allah atau Al Qur’an kepada Nabi Muhammad dengan beberapa cara. Berikut ini adalah beberapa cara turunnya Al Qur’an kepada Nabi Muhammad
saw.
• Malaikat Jibril memasukkan wahyu itu ke dalam hati Nabi Muhammad saw.
tanpa memperlihatkan wujud aslinya. Rasulullah tiba-tiba saja merasakan wahyu
itu telah berada di dalam hatinya.
• Suatu ketika, malaikat Jibril juga pernah menampakkan dirinya sebagai
seorang laki-laki dan mengucapkan
kata-kata di hadapan Nabi saw. Itulah salah satu metode lain yang digunakan
malaikat Jibril untuk menyampaikan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad saw.
• Yang selanjutnya, wahyu juga turun kepada Nabi Muhammad saw. seperti bunyi
gemerincing lonceng. Menurut Rasulullah, cara inilah yang paling berat
dirasakan, sampai-sampai beliau mencucurkan keringat meskipun wahyu itu turun
di musim yang sangat dingin.
• Cara yang lain adalah malaikat Jibril turun membawa wahyu kepada Nabi Muhammad
saw. dengan menampak
kan wujudnya yang asli. Rasulullah saw senantiasa menghafalkan setiap wahyu yang diterimanya. Beliau mampu
mengulangi wahyu tersebut dengan tepat, sesuai dengan apa yang telah disampai
kan oleh malaikat Jibril. Dalam hal ini, malaikat Jibril juga berperan untuk
mengontrol hafalan Al Qur’an Rasulullah saw. Al Qur’an diturunkan dalam dua
periode. Periode pertama dinamakan Periode Mekah. Turunnya Al Qur’an pada
periode pertama ini terjadi ketika Nabi saw. bermukim di Mekah (610 – 622 M)
sampai Nabi Muhammad saw. melakukan hijrah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa
itu, kemudian disebut dengan ayat-ayat Makiyah, yang berjumlah 4.726 ayat dan
terdiri atas 89 surat. Periode yang kedua adalah Periode Madinah. Sebuah
periode yang terjadi pada masa setelah Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah
(622 – 632 M). Ayat-ayat yang turun dalam periode ini kemudian dinamakan
ayat-ayat Madaniyah, meliputi 1.510 ayat dan mencakup 25 surat. Ayat-ayat
Makiyah maupun Madaniyah yang terdapat dalam Al Qur’an memiliki beberapa
perbedaan yang menjadi ciri khas. Berikut ini adalah ciri-ciri yang terdapat
pada kedua kategori ayat tersebut.Ciri-Ciri Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyyah
Makkiyah
• Ayat-ayatnya pendek.
• Diawali dengan yâ ayyuhan-nâs (wahai manusia).
• Kebanyakan mengandung masalah tauhid, iman
kepada Allah Swt., masalah surga dan neraka, dan masalah-masalah yang
menyangkut kehidupan akhirat (ukhrawi).
Madaniyah
• Ayat-ayatnya panjang.
• Diawali dengan yâ ayyuhalladzîna âmanû (wahai
orang-orang yang beriman).
• Kebanyakan tentang hukum-hukum agama (syariat), orang-orang yang
berhijrah (muhajirin) dan kaum penolong (anshar), kaum munafik, serta ahli
kitab.
Nabi Muhammad saw. menerima wahyunya yang pertama di sebuah gua benama Gua
Hira. Gua tersebut terletak di pegunungan sekitar Kota Mekah. Wahyu yang
pertama kali beliau terima adalah lima ayat pertama surat Al Qur’an. Peristiwa
tersebut terjadi pada tanggal 17 Ramadhan (6 Agustus 610), yaitu ketika Nabi
Muhammad saw. berusia 40 tahun. Rasulullah saw. menyampaikan Al Qur’an secara lang
sung kepada para sahabatnya –orang-orang Arab asli– sehingga mereka dapat
memahaminya berdasarkan naluri mereka. Jika mereka mengalami ketidakjelasan
dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakan langsung kepada Rasulullah saw. Al
Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud. “Ketika ayat
ini turun (surat Al An’âm, ayat 82) yang artinya, ‘Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik .... Para sahabat gelisah dan
khawatir kemudian bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya, Rasulullah siapakah di
antara kita yang tidak berbuat zalim pada dirinya sendiri?’ Nabi menjawab,
‘Kezaliman di sini tidak seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah
mendengar apa yang dikata kan oleh seorang hamba yang saleh, ‘... Sesungguhnya
menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’ (QS Luqman,
31:3.)” Jadi, yang dimaksud kezaliman adalah kemusyrikan. Ini adalah salah satu
cara menafsirkan ayat yang diajarkan oleh Rasulullah, yakni menafsirkan satu
ayat dengan ayat yang lain. Rasulullah saw. juga pernah menafsirkan kepada para
sahabat beberapa ayat, seperti disampaikan Muslim dari Uqbah bin Amir Al
Juhani. Dia berkata sebagai berikut. Aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda di atas mimbar, ’Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk
menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki ... Al Anfâl, 8: 60).’ Lalu
beliau bersabda, ‘Ingatlah bahwa kekuatan yang dimaksud di sini adalah
memanah.’” Inilah yang menjadi dasar salah satu ilmu tafsir ayat ditafsirkan
dengan hadits. Para sahabat, pada masa itu, sangat antusias untuk menerima Al
Qur’an, menghafal, dan memahaminya. Amalan tersebut merupakan kehormatan bagi
mereka. Dikatakan oleh Annas r.a., “Seseorang di antara kami telah membaca dan
menghafal surat Al Baqarah dan Âli Imrân. Orang itu menjadi besar menurut
pandangan kami. Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman As Sulami sebagai berikut.
Mereka yang membacakan Al Qur’an kepada kami, seperti Utsman bin Aff an,
Abdullah bin Mas’ud, serta yang lain menceritakan bahwa mereka bila belajar
dari Nabi saw. SEPULUH AYAT, tidak akan melanjutkannya lagi sebelum mengamalkan
ilmu dan amal yang ada di dalamnya. Mereka berkata, ‘Kami mempelajari Al Qur’an
berikut ilmu dan amalnya sekaligus.’”Dari riwayat-riwayat ini, terlihat bahwa menghafal
Al Qur’an dan mempelajarinya tidak akan efektif jika tidak diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Al Qur’an tidak akan memberikan manfaat optimal dalam
meraih ridha-Nya jika hanya dihafal di tenggorokan saja.
Izzatul Jannnah - Irfan Hidayatullah - Bukunya 10 Bersaudara Bintang Al
Qur'an.